Jakarta, 18 Maret 2025 – Keberadaan pangkalan militer asing di beberapa negara menunjukkan bagaimana geopolitik dan strategi militer global memainkan peran penting dalam membentuk hubungan internasional. Djibouti dan Suriah, meski berada di kawasan yang berbeda, memiliki kesamaan dalam hal keberadaan pangkalan militer asing. Namun, keduanya memanfaatkan situasi ini dengan cara yang sangat berbeda, dengan Djibouti sebagai contoh yang menguntungkan dan Suriah yang terjebak dalam dampak konflik.
Djibouti: Negara dengan Pangkalan Asing yang Strategis
Djibouti, negara kecil yang terletak di Tanduk Afrika, telah lama dikenal sebagai salah satu pusat pangkalan militer asing. Dengan letaknya yang sangat strategis di antara Laut Merah dan Teluk Aden, Djibouti menjadi pintu gerbang utama menuju Asia dan Eropa, serta akses vital ke jalur perdagangan internasional. Keberadaan pangkalan militer asing di Djibouti tidak hanya memberikan keamanan bagi negara-negara yang beroperasi di kawasan ini, tetapi juga memberikan keuntungan ekonomi dan politik bagi Djibouti itu sendiri.
Djibouti memiliki beberapa pangkalan militer asing yang dimiliki oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Prancis, Jepang, dan beberapa negara lainnya. Kampus militer AS yang dikenal sebagai Camp Lemonnier merupakan pangkalan militer terbesar di negara tersebut dan menjadi titik penting bagi operasi militer di kawasan tersebut, terutama dalam memerangi terorisme dan penyelundupan.
Keberadaan pangkalan-pangkalan ini tidak hanya memperkuat posisi Djibouti dalam arena geopolitik, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian negara tersebut. Negara-negara yang memiliki pangkalan di Djibouti memberikan dukungan finansial, yang mendukung infrastruktur negara, mulai dari pembangunan pelabuhan hingga pembangunan fasilitas publik lainnya. Dalam hal ini, Djibouti mampu memanfaatkan kehadiran militer asing untuk memperoleh bantuan keuangan dan stabilitas ekonomi yang sangat dibutuhkan oleh negara kecil ini.
Suriah: Terperangkap dalam Konflik dengan Pangkalan Militer Asing
Berbeda dengan Djibouti, Suriah, yang terletak di Timur Tengah, menghadapi situasi yang lebih kompleks terkait dengan keberadaan pangkalan militer asing. Suriah, yang dilanda perang saudara sejak 2011, telah menjadi medan pertempuran bagi berbagai negara yang terlibat dalam konflik tersebut, baik untuk mendukung pemerintah Bashar al-Assad maupun untuk melawan kelompok-kelompok ekstremis seperti ISIS.
Negara-negara seperti Rusia, Iran, dan Amerika Serikat telah mendirikan pangkalan militer di Suriah, masing-masing dengan tujuan yang berbeda. Rusia, sebagai sekutu utama rezim Assad, telah mendirikan beberapa pangkalan militer di Suriah, termasuk pangkalan udara di Hmeimim. Di sisi lain, Amerika Serikat, yang sebelumnya terlibat dalam memerangi ISIS, juga memiliki beberapa pangkalan militer di Suriah, meskipun pasukannya semakin mengurangi kehadirannya.
Kehadiran pangkalan asing di Suriah sejatinya tidak datang dari kebijakan sukarela pemerintah Suriah, melainkan sebagai hasil dari intervensi internasional yang terjadi dalam rangka memengaruhi hasil konflik. Hal ini berbeda dengan Djibouti, yang dengan sengaja menerima pangkalan militer asing untuk keuntungan ekonomi dan keamanan jangka panjang. Di Suriah, pangkalan asing lebih sering menjadi alat kekuatan eksternal untuk mempengaruhi dinamika politik dalam negeri.
Namun, meskipun Suriah terperangkap dalam konflik internal, ada kemungkinan bahwa negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dari keberadaan pangkalan militer asing, mirip dengan Djibouti. Suriah, meski terjebak dalam konflik, dapat belajar untuk memanfaatkan keberadaan pangkalan asing untuk mendapatkan dukungan finansial dan politik yang dapat membantu rekonstruksi pasca-konflik dan memulihkan kestabilan negara.
Membangun Keuntungan dari Pangkalan Asing di Suriah
Skenario pertama adalah bahwa Suriah bisa mengadopsi pendekatan yang lebih pragmatis dalam berurusan dengan negara-negara yang memiliki pangkalan militer di wilayahnya. Dengan memahami pentingnya stabilitas dan rekonstruksi pasca-perang, Suriah dapat menawarkan akses kepada negara-negara besar dengan syarat mereka memberikan dukungan dalam bentuk bantuan keuangan dan teknologi untuk pembangunan kembali infrastruktur yang rusak akibat perang.
Suriah bisa mencontoh Djibouti dengan menjadikan kehadiran militer asing sebagai peluang untuk mengembangkan sektor-sektor penting dalam perekonomian, seperti pelabuhan, transportasi, dan energi. Selain itu, dengan menjalin hubungan diplomatik yang lebih terbuka dengan negara-negara yang memiliki pangkalan, Suriah dapat memperkuat posisi tawarnya dalam negosiasi bantuan internasional.
Skenario kedua adalah bahwa Suriah bisa mempergunakan pangkalan militer asing untuk memfasilitasi perdamaian dan stabilitas di kawasan Timur Tengah. Negara ini dapat berfungsi sebagai titik dialog bagi berbagai pihak yang terlibat dalam konflik, menawarkan fasilitas bagi proses perdamaian atau sebagai tempat pertemuan antara pihak-pihak yang terlibat dalam diplomasi internasional.
Keuntungan Ekonomi dan Politik bagi Suriah
Selain itu, Suriah juga bisa menarik keuntungan dari aspek politik dan diplomatik. Negara yang memiliki pangkalan militer asing cenderung memiliki pengaruh lebih besar dalam politik internasional, terutama dalam hal hubungan dengan negara-negara besar. Keberadaan pangkalan asing dapat menjadi kartu tawar yang kuat dalam membangun hubungan bilateral atau multilateral yang lebih menguntungkan bagi Suriah.
Dengan mengelola pangkalan-pangkalan asing secara bijaksana, Suriah juga bisa mengurangi ketergantungannya terhadap negara-negara tertentu dan mengembangkan kebijakan luar negeri yang lebih berimbang. Seperti Djibouti yang mampu menjalin hubungan dengan berbagai negara besar tanpa terikat pada satu kekuatan besar, Suriah bisa menjajaki peluang untuk menegosiasikan kehadiran pangkalan asing dengan cara yang lebih fleksibel.
Tantangan dan Hambatan
Namun, meskipun ada potensi untuk mendapatkan keuntungan dari pangkalan asing, Suriah harus menghadapi berbagai tantangan. Ketegangan politik di dalam negeri yang masih berlangsung dan ketidakstabilan akibat dampak perang yang berkepanjangan akan menjadi hambatan besar dalam mewujudkan hal tersebut. Selain itu, kehadiran beberapa kekuatan asing dengan kepentingan yang berbeda dapat menciptakan ketegangan yang lebih besar, yang dapat merugikan Suriah.
Di sisi lain, Djibouti yang lebih stabil secara politik dan lebih terbuka terhadap hubungan internasional memiliki keuntungan lebih besar dalam memanfaatkan pangkalan militer asing untuk keuntungan jangka panjang. Suriah, dengan segala tantangannya, perlu lebih hati-hati dalam mengelola keberadaan pangkalan asing untuk memastikan bahwa negara tersebut tidak hanya terjebak dalam cengkeraman kekuatan luar, tetapi juga mampu memperoleh manfaat nyata dari hubungan ini.
Kesimpulan
Kehadiran pangkalan militer asing di Djibouti dan Suriah menunjukkan bagaimana negara-negara dapat terlibat dalam geopolitik global dan mengelola keuntungan dari kehadiran militer asing. Djibouti yang mengelola keberadaan pangkalan asing dengan bijak memperoleh keuntungan ekonomi dan politik, sedangkan Suriah, meskipun terperangkap dalam konflik, dapat mengadopsi pendekatan serupa untuk mendapatkan dukungan internasional dalam hal rekonstruksi dan stabilitas jangka panjang. Namun, tantangan besar tetap ada, dan Suriah harus cerdas dalam memanfaatkan peluang yang ada tanpa mengorbankan kedaulatan dan stabilitas politiknya.
Dibuat oleh AI