Jakarta, 18 Maret 2025 – Keberadaan pangkalan militer asing, khususnya yang terkait dengan Rusia di Suriah, selalu menjadi topik yang memicu banyak perdebatan. Dalam konteks Suriah yang baru saja memasuki fase pasca-konflik setelah lebih dari satu dekade perang saudara, kehadiran Rusia di negara tersebut masih menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Kini, dengan pembentukan pemerintahan baru yang mungkin lebih terbuka terhadap hubungan internasional atau lebih ingin menunjukkan kemerdekaannya, muncul pertanyaan besar: Akankah Rusia diperbolehkan untuk memperpanjang kontrak pangkalan militernya, atau justru kontraknya akan dihentikan?
Pangkalan Militer Rusia di Suriah: Sejarah dan Posisi Strategis
Rusia telah memiliki kehadiran militer yang signifikan di Suriah sejak intervensinya pada 2015, yang dipicu oleh keinginan untuk mendukung pemerintah Bashar al-Assad dalam memerangi kelompok-kelompok oposisi dan ekstremis. Salah satu basis utama Rusia adalah Pangkalan Udara Hmeimim di Latakia, yang menjadi pusat operasi utama Rusia di Suriah. Selain itu, Rusia juga memiliki pangkalan di pelabuhan Tartus yang strategis di pesisir Mediterania.
Pangkalan-pangkalan ini tidak hanya berfungsi untuk mendukung operasi militer Rusia, tetapi juga berperan penting dalam memperkuat pengaruh geopolitik Rusia di Timur Tengah. Seiring berjalannya waktu, kehadiran ini menjadi semakin penting bagi Moskow, yang ingin memastikan bahwa Suriah tetap berada di orbitnya dalam menghadapi pengaruh Barat, khususnya Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
Skenario 1: Perpanjangan Kontrak Pangkalan Rusia
Meskipun pembentukan pemerintahan baru di Suriah dapat membuka potensi perubahan dalam kebijakan luar negeri, ada beberapa faktor yang mendukung perpanjangan kontrak pangkalan Rusia di Suriah. Salah satu faktor utama adalah kebutuhan pemerintah Suriah yang baru untuk mendapatkan dukungan dalam proses rekonstruksi pasca-perang. Rusia, sebagai salah satu kekuatan utama yang mendukung Bashar al-Assad selama perang, memiliki peran sentral dalam proses stabilisasi dan pembangunan kembali Suriah.
Bahkan setelah perang, Suriah kemungkinan besar akan tetap bergantung pada bantuan dan dukungan Rusia untuk stabilitas ekonomi dan politik jangka panjang. Rusia telah berkomitmen untuk menyediakan dukungan militer dan finansial, yang akan sangat berharga dalam menghadapi ancaman dari kelompok-kelompok ekstremis yang masih ada dan dari kemungkinan intervensi kekuatan asing lainnya. Dalam konteks ini, Suriah mungkin akan lebih memilih untuk mempertahankan hubungan dekat dengan Rusia, termasuk memperpanjang kontrak pangkalan militer.
Selain itu, Rusia dapat menawarkan insentif ekonomi dalam bentuk bantuan rekonstruksi atau pembinaan infrastruktur yang sangat dibutuhkan Suriah. Dengan menawarkan bantuan yang substansial untuk pembangunan kembali negara, Rusia dapat memperoleh hak untuk memperpanjang keberadaannya di Suriah. Dalam hal ini, pemerintahan baru yang terbentuk di Suriah mungkin akan memandang pangkalan militer Rusia sebagai bagian dari kebijakan pragmatis untuk menjaga stabilitas nasional.
Skenario 2: Pengakhiran Kontrak Pangkalan Rusia
Namun, meskipun ada peluang untuk perpanjangan, ada juga kemungkinan bahwa Suriah akan memutuskan untuk mengakhiri kontrak dengan Rusia setelah pembentukan pemerintahan baru. Salah satu alasan utama untuk ini adalah keinginan untuk mengurangi ketergantungan pada kekuatan asing, terutama Rusia, yang mungkin akan dilihat sebagai penghalang bagi Suriah dalam mengembangkan kebijakan luar negeri yang lebih bebas dan beragam.
Pemerintahan baru Suriah, tergantung pada orientasi politiknya, bisa jadi berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat atau negara-negara Arab, yang sebelumnya mungkin tidak senang dengan kehadiran Rusia di negara tersebut. Keberadaan pangkalan militer Rusia, yang sering dikaitkan dengan pengaruh besar Rusia di Suriah, bisa dianggap sebagai simbol ketergantungan yang tidak diinginkan oleh beberapa elemen dalam pemerintahan baru. Dalam hal ini, Suriah mungkin memutuskan untuk mengejar kebijakan luar negeri yang lebih seimbang, mengurangi dominasi satu negara besar, dan mulai bekerja sama dengan lebih banyak pihak internasional.
Selain itu, dinamika politik dalam negeri Suriah bisa turut mempengaruhi keputusan ini. Dengan berbagai kelompok yang mungkin memiliki ketidaksenangan terhadap pengaruh Rusia, terutama kelompok-kelompok oposisi yang mendukung kebijakan luar negeri yang lebih terbuka, ada kemungkinan besar bahwa pengakhiran kontrak dengan Rusia dapat menjadi simbol kedaulatan nasional yang lebih kuat. Ini tentu akan memberi pesan bahwa Suriah siap untuk merdeka dari pengaruh asing, meskipun masih memerlukan bantuan internasional dalam proses rekonstruksi.
Perbandingan dengan Kasus Burkina Faso: Mengusir Pangkalan Perancis
Kasus Burkina Faso memberikan gambaran bagaimana negara yang terpengaruh oleh pengaruh asing memilih untuk mengakhiri kehadiran pangkalan militer. Pada Januari 2023, pemerintah Burkina Faso mengusir pasukan Perancis dari negara mereka, setelah ketegangan yang meningkat antara kedua negara terkait dengan keterlibatan Prancis dalam pertempuran melawan kelompok ekstremis di wilayah Sahel. Keputusan ini mencerminkan dorongan untuk memperkuat kedaulatan nasional dan mengurangi ketergantungan pada mantan penjajah kolonial.
Pengusiran pangkalan Perancis ini juga menunjukkan bagaimana perubahan pemerintah dapat mempengaruhi keputusan terkait dengan pangkalan militer asing. Pemerintah baru di Burkina Faso, yang lebih berfokus pada kebijakan luar negeri yang lebih bebas, memutuskan untuk mengejar pendekatan yang lebih independen dari negara-negara Barat. Meski keputusan ini membawa sejumlah tantangan, terutama dalam hal keamanan regional, namun juga memberikan sinyal tegas bahwa negara tersebut ingin mengatur kebijakan luar negeri dan pertahanan mereka tanpa campur tangan asing.
Perbandingan ini dengan Suriah menunjukkan bahwa, meskipun Suriah mungkin tidak akan mengusir pangkalan militer Rusia dengan cara yang sama, perubahan pemerintahan bisa menjadi faktor penentu dalam keputusan untuk mengurangi atau mengakhiri hubungan militer dengan negara asing. Suriah, yang sebelumnya terikat erat dengan Rusia, bisa saja mengubah arah kebijakan jika pemerintahan baru merasa bahwa kedaulatan negara dan kebebasan dalam berpolitik lebih penting daripada mempertahankan kehadiran militer Rusia.
Kesimpulan
Masa depan pangkalan militer Rusia di Suriah bergantung pada sejumlah faktor, termasuk orientasi politik pemerintahan baru yang terbentuk setelah pasca-konflik. Jika Suriah ingin terus mengandalkan dukungan militer dan ekonomi dari Rusia untuk stabilitas jangka panjang, maka kemungkinan besar kontrak pangkalan Rusia akan diperpanjang. Namun, jika pemerintahan baru menginginkan lebih banyak kebebasan dalam kebijakan luar negeri dan mengurangi ketergantungan pada kekuatan asing, maka pengakhiran kontrak bisa menjadi pilihan. Kasus Burkina Faso menunjukkan bahwa perubahan pemerintahan dapat membawa perubahan signifikan dalam kebijakan terkait dengan pangkalan militer asing, meskipun dalam konteks Suriah, situasi lebih rumit dan penuh pertimbangan.
Dibuat oleh AI