Damaskus – Situasi di selatan Suriah kembali memanas setelah laporan yang menyebutkan bahwa tentara Suriah telah menarik kendaraan militer mereka dari Daraa menuju Damaskus. Langkah ini memunculkan berbagai spekulasi, apakah pemerintah Suriah tunduk pada tekanan Israel atau sekadar menjalankan strategi militer untuk menghindari konflik lebih lanjut dan melindungi aset mereka dari potensi serangan udara berikutnya.
Menurut sumber dari media Al-Hadath, tentara Suriah mulai memindahkan sejumlah kendaraan tempur dan perlengkapan militer dari Daraa dalam beberapa hari terakhir. Keputusan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Suriah dan Israel, terutama setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa tentara Suriah tidak boleh memasuki wilayah selatan negara tersebut. Pernyataan ini menuai kecaman luas di Suriah, baik dari pemerintah maupun rakyat yang menolak campur tangan asing dalam urusan dalam negeri mereka.
Presiden Suriah, Ahmad al-Sharaa, merespons perkembangan ini dengan mengadakan pertemuan dengan para pejabat senior Druze di Istana Rakyat, Damaskus. Meskipun isi pertemuan tidak diungkapkan secara resmi, banyak pihak menduga bahwa pembahasan mencakup langkah-langkah untuk mempertahankan stabilitas di selatan dan mengantisipasi kemungkinan eskalasi dengan Israel.
Penarikan militer ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan pengamat politik dan militer. Beberapa analis menilai bahwa ini adalah tanda bahwa Damaskus tunduk pada tekanan Israel dan berusaha menghindari konfrontasi langsung. Namun, pihak lain berpendapat bahwa ini adalah langkah taktis untuk menyelamatkan peralatan militer dari serangan udara Israel yang semakin sering terjadi.
Israel telah berulang kali melakukan serangan udara terhadap posisi militer Suriah, dengan dalih menargetkan kelompok bersenjata yang dianggap sebagai ancaman. Militer Suriah sering kali menjadi korban serangan ini, dengan banyak pangkalan dan sistem pertahanan udara mereka yang hancur dalam beberapa tahun terakhir.
Bagi Suriah, mempertahankan wilayah selatan sangatlah penting, karena Daraa adalah salah satu kota simbolis dalam perang yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade. Daraa merupakan titik awal revolusi pada 2011, dan pemerintah Suriah telah berjuang keras untuk merebut kembali kendali atas wilayah tersebut.
Namun, dalam situasi yang serba sulit ini, mempertahankan kehadiran militer di Daraa juga memiliki risiko tinggi. Serangan udara Israel yang terus berlanjut bisa menyebabkan kerugian besar bagi Suriah, terutama dalam hal kehilangan aset militer yang sulit diganti. Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa penarikan ini adalah langkah strategis untuk menghindari pemboman lebih lanjut.
Sumber militer Suriah yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa langkah ini bukanlah bentuk kelemahan, melainkan bagian dari strategi bertahan. "Kami tidak ingin memberikan Israel target yang mudah. Pasukan kami tetap berada di wilayah itu, tetapi dalam konfigurasi yang lebih fleksibel," ujarnya.
Sementara itu, rakyat Suriah di wilayah selatan menunjukkan perlawanan terhadap pernyataan Netanyahu. Demonstrasi besar-besaran terjadi di berbagai kota, di mana ribuan orang turun ke jalan untuk menegaskan bahwa selatan Suriah adalah bagian tak terpisahkan dari negara mereka. Slogan seperti “Hauran tidak main-main dengan tanahnya… batu-batunya akan melawanmu” menggema di berbagai penjuru.
Demonstrasi ini mencerminkan kemarahan masyarakat terhadap campur tangan Israel dan solidaritas mereka dalam mempertahankan keutuhan wilayah Suriah. Hal ini juga mengirim pesan kuat bahwa rakyat Suriah tidak akan tinggal diam jika ada upaya untuk menciptakan perpecahan di negara mereka.
Sejumlah analis internasional melihat bahwa ketegangan ini bisa berujung pada eskalasi yang lebih besar, terutama jika Israel terus melanjutkan agresinya. Dengan meningkatnya tekanan dari Tel Aviv, Suriah bisa saja dipaksa untuk merespons lebih tegas di medan perang, yang berpotensi memperburuk konflik di kawasan.
Namun, bagi pemerintah Suriah, perang terbuka dengan Israel bukanlah opsi yang diinginkan saat ini. Setelah lebih dari satu dekade konflik internal, Damaskus masih berusaha membangun kembali stabilitas dan memperkuat posisi mereka di kancah politik internasional.
Beberapa pakar menilai bahwa penarikan kendaraan militer dari Daraa bisa menjadi bagian dari upaya diplomasi tersembunyi. Dengan mengurangi kehadiran militer di selatan, Suriah mungkin berusaha menenangkan situasi dan menghindari serangan lebih lanjut, sembari mencari cara lain untuk mempertahankan pengaruhnya di wilayah tersebut.
Namun, tetap ada risiko bahwa langkah ini akan ditafsirkan sebagai kelemahan oleh Israel, yang bisa semakin mendorong mereka untuk meningkatkan tekanan terhadap Suriah. Jika ini terjadi, Damaskus mungkin terpaksa merespons dengan tindakan yang lebih keras, yang dapat memperburuk situasi keamanan di kawasan.
Selain itu, keputusan ini juga bisa memengaruhi hubungan Suriah dengan sekutunya, seperti Iran dan Hizbullah, yang memiliki kepentingan besar dalam menjaga kehadiran militer di wilayah selatan. Jika sekutu-sekutu Suriah melihat ini sebagai tanda kelemahan, mereka mungkin akan menekan Damaskus untuk mengadopsi kebijakan yang lebih agresif.
Bagi Suriah, dilema ini bukanlah hal yang mudah dipecahkan. Di satu sisi, mereka harus mempertimbangkan keselamatan aset militer mereka dan menghindari kerugian besar akibat serangan Israel. Di sisi lain, mereka juga tidak ingin terlihat tunduk pada tekanan luar yang bisa melemahkan posisi mereka di dalam negeri maupun di arena geopolitik.
Seiring dengan berjalannya waktu, langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Suriah dalam beberapa minggu ke depan akan menentukan arah kebijakan mereka di selatan. Jika mereka berhasil mempertahankan kontrol atas wilayah tersebut tanpa memicu eskalasi besar, maka penarikan ini bisa dianggap sebagai manuver cerdas. Namun, jika situasi semakin memburuk dan Israel semakin agresif, maka opsi konfrontasi militer mungkin menjadi sesuatu yang tak terelakkan.
Dalam situasi yang serba tidak pasti ini, satu hal yang jelas adalah bahwa Daraa tetap menjadi titik panas dalam konflik Suriah. Bagaimana pemerintah Damaskus menangani tantangan ini akan menjadi ujian besar bagi kepemimpinan Presiden Ahmad al-Sharaa, yang harus menyeimbangkan antara kepentingan strategis, tekanan internasional, dan aspirasi rakyatnya.
Tags
indonesia