Langit Daraa kembali bergemuruh. Suara ledakan memecah kesunyian, mengguncang bangunan-bangunan yang telah rapuh. Debu dan asap membubung, menyelimuti kota yang telah lama menderita. Bukan kali ini saja. Serangan udara Israel telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di sini.
Terakhir markas Brigade 132 dan bandara Daraa menjadi sasaran pemboman Israel.
Di tengah reruntuhan, warga mencari perlindungan. Mereka yang berani keluar, menatap langit dengan cemas, bertanya-tanya kapan serangan berikutnya akan datang. Bukan hanya bangunan yang hancur, tetapi juga harapan dan impian.
Setiap ledakan merenggut sedikit demi sedikit sisa-sisa kehidupan normal yang pernah ada.
Dari kejauhan, Damaskus tampak diam. Sikap "strategic patient" yang mereka tunjukkan, meskipun dapat dimengerti, terasa seperti pengabaian. Mereka memilih untuk tidak membalas serangan Israel secara langsung, mungkin karena mereka tahu bahwa setiap eskalasi akan membawa kerugian yang lebih besar.
Setelah kehilangan sebagian wilayah di Quneitra, selain Dataran Tinggi Golan yang telah lama diduduki, Suriah tampaknya enggan untuk mengambil risiko kehilangan lebih banyak lagi. Namun, kesabaran ini datang dengan harga yang mahal. Warga Daraa merasa seperti pion dalam permainan catur yang lebih besar, dikorbankan demi kepentingan yang lebih tinggi.
Mereka bertanya-tanya, sampai kapan mereka harus menanggung penderitaan ini? Kapan serangan-serangan ini akan berakhir? Mereka merasa seperti terjebak di antara dua kekuatan besar, menjadi korban dari konflik yang bukan mereka yang mulai.
Kekhawatiran yang lebih besar adalah skenario di mana Israel mungkin mencoba untuk mencaplok wilayah Suwayda.
Suwayda, dengan populasi Druze yang mayoritas, memiliki posisi strategis dan sumber daya alam yang kaya.
Pencaplokan Suwayda akan menjadi pukulan telak bagi Suriah dan akan memperburuk ketidakstabilan di kawasan.
Ada kekhawatiran bahwa Israel, dengan sejarah ekspansi teritorialnya, mungkin memiliki rencana yang sama untuk Suwayda. Ada juga kekhawatiran bahwa beberapa kelompok di Suwayda mungkin mendukung pencaplokan ini, khusunya dari barisan sakit hati karena tak mendapat jabatan dari pemerintah pusat di Damaskus, di bawah Presiden baru Ahmad Al Sharaa.
Namun, harapan masih ada. Diyakini bahwa sebagian besar warga Suwayda akan menentang pencaplokan Israel.
Mereka adalah orang-orang patriotik yang mencintai tanah air mereka. Mereka tidak akan menyerah tanpa perlawanan.
Harapan disematkan pada Damaskus dan komunitas internasional untuk mengambil tindakan pencegahan. Mereka perlu memahami bahwa ini bukan hanya masalah Suriah, tetapi juga masalah kawasan. Israel juga diharapkan untuk menyadari bahwa pencaplokan Suwayda tidak akan membawa perdamaian atau stabilitas.
Di tengah ketidakpastian, ada kerinduan akan kehidupan normal. Kerinduan akan hari-hari tanpa suara ledakan, tanpa rasa takut akan serangan udara. Kerinduan akan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Meskipun jalan menuju perdamaian tampak panjang dan sulit, harapan tetap ada. Dengan kemauan baik dari semua pihak, perdamaian yang adil dan berkelanjutan mungkin tercapai.
Dibuat oleh AI
Tags
indonesia