Damaskus, Suriah – Kejatuhan rezim Bashar al-Assad pada Desember 2024 telah membuka lembaran baru bagi Suriah, bukan hanya di bidang politik, tetapi juga ekonomi. Setelah satu dekade konflik dan korupsi yang merajalela, pemerintahan transisi di Damaskus kini dihadapkan pada tugas raksasa: membangun kembali negara dari puing-puingnya. Salah satu strategi ambisius yang mulai mengemuka adalah pembentukan badan usaha milik negara (BUMN) untuk mengambil alih dan mengelola aset-aset yang terkait dengan rezim lama, keluarga Assad, serta investasi Iran dan Rusia yang kini bermasalah.
Langkah ini mencerminkan strategi yang pernah ditempuh Rusia pasca-invasi ke Ukraina, di mana aset-aset perusahaan asing yang hengkang dinasionalisasi dan dioperasikan kembali di bawah kendali negara. Bagi Suriah, model ini menawarkan jalan pintas untuk mendapatkan kembali kendali atas sumber daya yang vital dan merestrukturisasi perekonomian tanpa harus sepenuhnya bergantung pada bantuan asing yang seringkali datang dengan syarat politis.
Kekayaan keluarga Assad, yang diperkirakan mencapai miliaran dolar, tersebar dalam berbagai bentuk perusahaan dan properti di dalam dan luar negeri. Sebagian besar aset ini telah dibekukan atau disita karena sanksi internasional, namun ada pula yang masih tersembunyi dalam jaringan bisnis kompleks di Suriah. Pemerintahan transisi kini secara aktif membentuk komite khusus untuk melacak, mengidentifikasi, dan menyita aset-aset ini. Ini bukan sekadar tindakan hukum, melainkan juga simbolisasi penolakan terhadap warisan korupsi yang melilit negara selama puluhan tahun.
Para kroni Assad, seperti Mohammad Qaterji dan kelompok bisnisnya, yang dulu menikmati perlindungan rezim, kini juga berada di bawah pengawasan ketat.
Properti dan perusahaan mereka, yang diduga terlibat dalam kesepakatan gelap dan memfasilitasi aktivitas ilegal rezim, sedang dalam "pertimbangan hukum." Sebagian aset mereka, seperti kendaraan dan alat berat, sudah mulai disita.
Kelompok-kelompok ini, yang sebelumnya menopang perekonomian rezim, kini harus membuktikan diri tidak terlibat dalam korupsi masif atau menghadapi konsekuensi penuh dari hukum yang baru.
Nasib proyek-proyek besar seperti Marota City di Damaskus, yang dulu digembar-gemborkan sebagai simbol kemajuan di bawah Assad, kini juga menggantung.
Proyek pembangunan kembali perkotaan ini, yang melibatkan pengusaha-pengusaha yang terkait erat dengan rezim dan telah memicu kontroversi karena penggusuran paksa, kemungkinan besar akan ditinjau ulang secara menyeluruh.
Pemerintah transisi berpotensi mengambil alih kepemilikan dan manajemen Damascus Cham Holding, entitas di balik Marota City, untuk memastikan bahwa manfaat proyek tersebut benar-benar dinikmati oleh rakyat Suriah, bukan segelintir elit.
Lebih jauh lagi, investasi dan properti Iran di Suriah juga menghadapi guncangan hebat. Impian Iran untuk menjadikan Suriah sebagai satelit ekonomi regional melalui "Rencana Marshall" mereka telah runtuh. Proyek-proyek senilai jutaan euro yang didanai Iran, seperti pembangkit listrik dan infrastruktur, kini terbengkalai, dan utang besar Suriah kepada Teheran diperkirakan tidak akan pernah terbayar. Pemerintahan baru Suriah menunjukkan sedikit minat untuk melanjutkan hubungan ekonomi dengan Iran, apalagi membangun kembali pengaruhnya.
Pabrik-pabrik mobil Iran seperti Siamco (Iran Khodro) di Suriah, yang sebelumnya bertujuan untuk membanjiri pasar lokal dengan produk Iran, kini juga menghadapi ketidakpastian besar. Dengan perubahan politik dan masalah ekonomi yang sudah ada sebelumnya, sangat kecil kemungkinan pabrik-pabrik ini akan beroperasi kembali di bawah kepemilikan Iran. Hal yang sama berlaku untuk proyek-proyek terkait Rusia, termasuk fasilitas militer dan investasi strategis, yang kini terancam kehilangan pijakan kuat mereka di Suriah.
Dalam skenario optimis, pemerintahan transisi bisa membentuk sebuah BUMN yang kuat, semacam "Perusahaan Rekonstruksi Nasional Suriah" atau "Dana Investasi Nasional Suriah." Badan ini akan diberi mandat untuk mengelola semua aset yang disita dari keluarga Assad, kroninya, serta investasi bermasalah dari Iran dan Rusia. Misalnya, properti mewah di Marota City bisa disewakan atau dijual kembali dengan transparan untuk membiayai layanan publik.
Di sektor otomotif, pabrik-pabrik seperti Siamco bisa diakuisisi penuh oleh BUMN ini. Dengan investasi yang tepat dan manajemen yang bersih, pabrik tersebut bisa dihidupkan kembali untuk memproduksi kendaraan di bawah merek nasional Suriah yang baru. Ini tidak hanya akan menciptakan lapangan kerja tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor dan membangun kapasitas industri domestik. Bayangkan "Damascus Motors" atau "Phoenix Auto" yang merakit mobil terjangkau untuk rakyat Suriah.
Aset di sektor energi, seperti fasilitas minyak atau gas yang sebelumnya dioperasikan oleh entitas terkait rezim, juga bisa diambil alih. BUMN ini bisa memastikan bahwa pendapatan dari sumber daya alam tersebut langsung disalurkan ke kas negara untuk kepentingan publik, bukan ke rekening pribadi atau pihak asing. Transparansi dalam pengelolaan sektor ini akan menjadi kunci untuk mendapatkan kepercayaan rakyat dan investor.
Bahkan di sektor jasa dan makanan, properti atau merek yang sebelumnya berafiliasi dengan kroni bisa dinasionalisasi dan dioperasikan kembali dengan nama lokal yang baru. Sebuah merek restoran cepat saji lokal bisa menggantikan waralaba asing yang sebelumnya dimiliki oleh orang-orang yang terkait dengan rezim, menciptakan lapangan kerja dan mendukung petani lokal. Ini bukan hanya tentang keuntungan, tetapi tentang membangun identitas ekonomi nasional yang baru.
Langkah ini, meskipun ambisius, akan membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan tekad politik yang besar untuk mengatasi rintangan hukum, finansial, dan diplomatik. Ada risiko klaim balik dari pihak yang asetnya disita, serta potensi sanksi berkelanjutan dari komunitas internasional jika prosesnya tidak dilakukan secara transparan dan adil.
Namun, potensi imbalannya sangat besar.
Dengan mengelola aset-aset ini secara strategis, Suriah dapat menghasilkan pendapatan signifikan untuk membiayai rekonstruksi, layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Ini akan menjadi fondasi bagi ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan, mengurangi ketergantungan pada bantuan luar negeri, dan memberdayakan rakyat Suriah untuk membangun masa depan mereka sendiri.
Pembentukan BUMN semacam ini juga akan mengirimkan pesan kuat kepada dunia bahwa Suriah yang baru berkomitmen untuk supremasi hukum, anti-korupsi, dan pembangunan yang inklusif. Ini akan menjadi langkah penting menuju pemulihan kedaulatan ekonomi Suriah dan penulisan ulang narasi pasca-konflik negara tersebut.
Meskipun jalan masih panjang dan penuh tantangan, inisiatif ini bisa menjadi titik balik bagi Suriah. Ini adalah kesempatan untuk mengubah warisan korupsi dan kehancuran menjadi fondasi bagi kemakmuran dan stabilitas jangka panjang. Masa depan Suriah tidak lagi terikat pada bayang-bayang rezim lama, melainkan pada kemauan untuk berinovasi dan membangun kembali dari dalam.
Tags
indonesia